1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Administrator

TANAMKAN KARAKTER PADA ANAK SEJAK DINI


TANAMKAN KARAKTER PADA ANAK SEJAK DINI
Oleh: Bambang Sismedi Saputro
Seiring perkembangan zaman, dewasa ini media sosial viral dengan kata-kata “Kids Zaman Now”. Strukur bahasa yang campur aduk menjadikan bahan perbincangan yang unik, menarik dan pelengkap pada saat ngobrol antar sesama. Tidak hanya anak-anak, remaja, dan orang dewasa pun juga menggunakan kata-kata tersebut.
Berdasarkan salah satu website, ternyata kalimat yang kini sedang viral ini awalnya diunggah oleh akun palsu dengan nama Seto Mulyadi. Seto Mulyadi adalah pemerhati dan psikolog anak yang juga ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia. Istilah ini sebenarnya merupakan guyonan untuk menyikapi kelakuan aneh dan tidak wajar dari anak jaman sekarang tapi oleh mereka dianggap lazim. Dari segi bahasa, 'Kids' dan 'Now' merupakan kata yang berasal bahasa inggris. Kids artinya anak-anak,  dan Now adalah sekarang. Yang menjadi aneh, kedua kata inggris tersebut justru digabungkan kedalam satu kalimat dengan kata 'Jaman' yang berasal dari bahasa Indonesia. Tapi inilah yang membuatnya jadi lucu. Kids Jaman Now, maksudnya adalah Anak-anak jaman sekarang. [1]
Dengan demikian, kata-kata tersebut sebagai ungkapan kondisi anak-anak zaman sekarang yang dianggap tidak wajar, aneh, bahkan ada sesuatu menyeleweng. Salah satu kelakuan anak sekarang ini menurut data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mengungkapkan dari 4.500 remaja di 12 kota di Indonesia, 97% pernah melihat pornografi. Begitu juga di kalangan siswa. Dari 2.818 siswa, 60% pernah melihat tayangan yang tidak senonoh itu.[2] Dari jumlah data yang fantastis, menjadikan keprihatinan orang tua dan pendidik. Harusnya anak seusia tersebut sibuk dengan belajar akan tetapi sudah tercemari dengan perilaku yang menyimpang. Perlu adanya pengawasan dan perhatian ekstra supaya anak-anak tidak terpengaruh dengan hal-hal negatif yang bisa merusak masa depannya.
Selain itu, kondisi lingkungan anak yang kurang kondusif dan kurangnya kontrol penggunaan media sosial menjadikan salah satu penyebab anak-anak mudah mem bully ke teman-tamannya. Bullying merupakan aktivitas sadar, disengaja, dan bertujuan untuk melukai, menanamkan katakutan melalui ancaman agresi lebih lanjut, dan menciptakan terror yang disadari oleh ketidakseimbanagn kekuatan, niat untuk mencederai, ancaman agresi lebih lanjut, yang dapat terjadi penindasan meningkat tanpa henti.[3]
Kasus mem bully menjadi ancaman serius bagi anak. Anak yang menjadi korban bully tertekan, ketakutan dan kawatir terjadi sesuatu pada dirinya. Kondisi ini jika terjadi pada lingkungan sekolah akan menimbulkan keresahan dan terganggunya belajar peserta didik. Kondisi anak sekarang ini perlu adanya pengawasan ekstra dari orang tua dan sekolah. apabila kenakalan anak tidak segera ditangani akan berdampak pada kondisi anak yang nantinya sulit untuk diarahkan, dikontrol dan dididik.
Kenakalan anak pada umumnya kurang memiliki kontrol diri, atau justru menyalah gunakan kontrol diri tersebut, dan suka menegakkan standar tingkah laku sendiri. Kenakalan pada umumnya dilakukan untuk mencapai satu objek tertentu dengan disertai kekerasan dan agresi.[4] Kondisi yang demikian, anak harus punya proteksi untuk melawan hal-hal yang merugikan dirinya dengan karakter yang kuat dan didukung dengan pengawasan orangtua dan guru.
Tanamkan karakter pada anak
Menurut Al-Ghazali menekankan pentingnya pembentukan karakter. Dengan memberikan pendidikan karakter yang baik maka orangtua sudah membantu anak-anaknya untuk hidup sesuai jalan yang lurus.[5]
Pendidikan karakter menjadi pondasi dan bekal anak. Dengan pondasi karakter yang kuat, menghindarkan anak terpengaruh dengan kenakalan anak dan hal-hal yang merugikan. Bagaimanapun anak sebagai asset masa depan orangtua maka perlu filter sejak dini dan bekal karakter yang cukup sehingga anak siap untuk mengarungi kehidupannya tanpa kawatir terjerumus pada hal-hal yang merusak masa depannya.
Untuk mendidik karakter di zaman sekarang ini butuh adanya kerjasama semua pihak. Tidak hanya keluarga tetapi pihak sekolah dan lingkungan pun juga ikut andil.
Dalam ruang lingkup lembaga pendidikan (sekolah/ madrasah), Mulyasa (2013: 13-40) menyatakan bahwa kunci sukses pendidikan karakter di sekolah sebagai berikut: [6] a) pahami hakekat pendidikan karakter; b) sosialisasi dengan tepat; c) ciptakan lingkungan yang kondusif; d) dukung dengan fasilitas dan sumber belajar yang memadai; e) tumbuhkan disiplin peserta didik; f) pilih pimpinan yang amanah; g) wujudkan guru yang dapat digugu dan ditiru; dan h) libatkan seluruh warga sekolah.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan anak ikut andil dalam membekali anak selain pengetahun juga karakter. Berikan teladan dari gurunya yang bisa dicontoh anak-anak didik. selain itu, peran orang tua dalam mendidik anak sangat besar pengaruhnya dalam proses perkembangan anak, meskipun perlu didukung oleh lembaga-lembaga sosial seperti sekolah dan juga lingkungan. Begitu juga sikap suami terhadap istri dan sebaliknya, sangat berpengaruh dalam pendidikan di keluarga, karena hal ini akan dapat mempengaruhi karakteristik atau perilaku anak. Keberhasilan seorang anak, sangat ditentukan oleh keluarga, karena di situlah anak pertama mendapat pendidikan.[7]
Bangun karakter anak mulai dari keluarga
Pengembangan karakter dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai etika dasar (core ethical values) sebagai basis bagi karakter yang baik. Tujuannya adalah agar anak mempunyai karakter yang baik. Indikator karakter yang baik terdiri dari pemahaman dan kepedulian pada nilai-nilai etika dasar serta tindakan atas dasar inti nilai etika atau etika yang murni. Untuk itu, Yus (2008) menjelaskan bahwa karakter harus didefinisikan secara komprehensif yang dalam pengembangannya menyentuh kawasan kognitif, afektif dan perilaku.[8]
Dari penjelasan diatas bisa ditarik kesimpulan, untuk mendidik anak zaman sekarang peran keluarga sangat urgen sebagai penanaman karakter yang utama. Orangtua selaku gurunya anak di rumah berkewajiban membekali karakter kepada anak seperti adab bertata krama, berbicara sopan, menghargai orang yang lebih tua, jujur, terbuka dan ajaklah komunikasi secara intensif dan berikan problem solving pada masalah yang dihadapi anak sehingga diharapkan karakter anak terbangun secara unggul sebagai bekal dalam kehidupannya.
DAFTAR PUSTAKA



[3] Nisa, Adilla. (2012). Pengaruh kontrol sosial terhadap perilaku bullying Pelajar di sekolah menengah pertama. Jurnal Kriminologi Indonesia5 (1). Halaman 58
[4]Nina Siti Salmaniah Siregar (2015). Latar Belakang Tindakan Kenakalan Anak pada Usia 13 sampai 17 Tahun. JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik Universitas Medan Area3(1), 87-102. Halaman 91
[5] A. Fatih Suhud. Pendidikan Islam Cara Mendidik Anak Salih, Smart dan Pekerja Keras. Al Khoirat. Halaman 52
[6] Muhammad Ali Ramdhani. (2017). Lingkungan Pendidikan dalam Implementasi Pendidikan Karakter. Jurnal Pendidikan UNIGA8(1), 28-37. Halaman  32
[7] Darosy Endah Hyoscyamina. (2011). Peran keluarga dalam membangun karakter anak. Jurnal Psikologi Undip10 (2), 144-152. Halaman 147-148
[8] Eva Imania Eliasa. (2011). Pentingnya Kelekatan Orangtua dalam Internal Working Model untuk pembentukan Karakter Anak (Kajian Berdasarkan Teori Kelekatan dari John Bowlby). dalam Karakter Sebagai Saripati Tumbuh Kembang Anak Usia Dini, Yogyakarta: Inti Media Yogyakarta bekerjasama dengan Pusat Studi Pendidikan Anak Usia Dini Lembaga Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta.