1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Administrator

Implementasi Full Day School dan Implikasinya Terhadap pendidikan Islam


Implementasi Full Day School dan Implikasinya Terhadap pendidikan Islam

Abstrak: Metode penelitian pada penulisan ini menggunakan Literature Review (Studi pustaka). Tujuan penelitian ini adalah 1) mengetahui implementasi full day school pada lembaga pendidikan 2) mengetahui implikasi penerapan full day school terhadap pendidikan Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Implementasi full day school pada lembaga pendidikan didapatkan hasil: (a) Implementasi full day school merupakan program pembelajaran lima hari dari pagi sampai sore dengan maksud tujuan penanaman karakter anak dan menggali potensi anak sesuai bakat yang dimiliki melalui kegaiatan ko kurikuler, intra kurikuler dan ekstra kulikuer (b) Implementasi full day school pada lembaga pendidikan menyesuaikan kesiapan masing-masing sekolah karena kondisi dan keadaan tiap lembaga pendidikan berbeda-beda. 2) Implikasi full day school terhadap pendidikan Islam hasilnya: (a) mengurangi minat dan kesempatan anak didik untuk mengeyam pada lembaga pendidikan keagamaan seperti madrasah diniyah, pesantren, tempat pembelajaran Qur’an, dan sebagainnya sehingga lembaga pendidikan Islam yang seharusnya berkontribusi pada nilai-nilai Islam dan akhlak menjadi tersisihkan sehingga ilmu keagamaaan yang harusnya mendukung pelajaran agama mulai terkikis. (b) peran lembaga pendidikan Islam yang harusnya menanamkan karakter, akhlak dan penanaman nilai-nilai Islami peserta didik menjadi lemah karena seluruh kegiatan terpusat di sekolahan sedangkan porsi pelajaran agama hanya 2 jam dalam satu minggu.
Kata kunci: Full Day School, Pendidikan Islam

I.      PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan menjadi kebutuhan mutlak setiap makhluk hidup. Pendidikan mempunyai posisi urgen yang mana setiap manusia perlu berbekal pendidikan. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut Yulianti dan hartatik (2014: 37) makna pendidikan sebagai usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi bawaan baik jasmani maupun rohani sesuai nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan.
Sedangkan menurut Tim Pengembang Pendidikan FIP-UPI (2007: 20) pendididkan merupakan sebuah proses membimbing manusia dari kegelapan, kebodohan, dan pencerahan pengetahuan. Dalam arti luas, pendidikan baik formal maupun informal meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup.
Pentingnya pendidikan untuk setiap manusia maka muncul lembaga pendidikan sebagai sarana salah satu tempat belajar. Dengan melalui tahapan pendidikan yang berjenjang maka terjadilah proses pendididikan. Munculnya banyak lembaga pendidikan menjadikan masing-masing lembaga pendidikan berusaha menampilkan keunggulan dan karakeristik pada lembaga pendidikan tersebut.
Lembaga pendidikan yang dimaksud adalah sekolah. Menjadi salah satu tempat untuk belajar dan bersosialisasi menjadikan sekolah menjadi tempat belajar kedua setelah rumah.
Menurut Noeng Muhadjir dalam bukunya Farid Hasyim (2015: 2) lembaga pendidikan diharapkan mamapu melaksanakan tiga fungsi pendidikan, yaitu: 1) menjaga lestarinya nilai-nilai insan dan nilai-nilai ilahi; 2) menumbuhkan kreatifitas anak didik; 3) menyiapkan tenaga kerja produktif, yaitu tenaga kerja yang mampu mengantisipasi masa depan.
Lembaga pendidikan yang sudah ada harusnya berani menjawab tantangan menuju lembaga pendidikan yang mengutamakan penanaman karakter dan memfasilitasi peserta didik untuk menumbuhkan dan menggali potensi peserta didik sehingga diharapkan muncul generasi yang produktif, kreatif dan mampu menjawab tantangan di era globalisasi.
Menurut Oemar Hamalik (2011: 3) sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal, secara sistematis merencanakan bermacam-macam lingkungan, yakni lingkungan pendididikan yang menyediakan berbagai kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan belajar. Pertumbuhan dan perkembangan peserta didik diarahkan dan didorong ke pencapaian tujuan yang dicita-citakan.
Sekolah sebagai sarana belajar menjadi salah satu tempat penanaman karakter dan nilai-nilai kehidupan. Sekolah menempati posisi urgen setelah rumah sebagai tempat untuk pembentukan karakter peserta didik.
Melihat kondisi masyarakat sekarang ini perlu kehati-hatian orang tua didalam pengawasan anak. Salah bergaul akan berakibat kemerosotan moral. Atas kondisi seperti itu, sekolah yang sudah siap segalanya menawarkan program full day school yang mana sekolah tersebut waktu belajarnya dari pagi sampai sore, peserta didik berada di sekolah sehingga harapannya pergaulan dan karakter anak bisa tertanam pada sekolah tersebut.
Permendikbud Nomor 23 tahun 2017 menjelaskan bahwa full day school untuk penguatan karakter anak, mengembangkan bakat dan potensi anak, kepribadian, kerjasama, kemadirian dan kegiatan keagamaan.
‘Menurut Miller dalam jurnalnya Tiara Rosalina “Pengaruh Manajemen Pembelajaran Full Day School Terhadap Motivasi belajar” menyatakan full day school sebuah program dimana peserta didik  datang ke sekolah sejak pagi hingga sore untuk belajar dan bersosialisasi. Jadi, peserta didik  selama sehari penuh berada dalam sekolah dan melakukan segala aktivitas pembelajaran di sekolah. Dalam penerapan pembelajaran sistem full day school para guru memberikan keleluasaan kepada peserta didik untuk mengembangkan kreatifitas belajar sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan dengan mengacu pada standar nasional. Proses pembelajaran terdapat satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan antar peserta didik  yang belajar dengan guru yang mengajar. Guru memiliki peranan yang strategis dan penting dalam menentukan kualitas pembelajaran yang akan dilaksanakannya’

Penerapan model sekolah ini, guru memberikan kesempatan peserta didik untuk menggali potensi melalui kegiatan sekolah sehingga muncul peserta didik yang kreatif, inovatif dan proses pembelajaran menjadi berkualiats.
Menurut Jamal Ma’mur Asmani (2012: 36-40), nilai-nilai karakter yang bisa ditanamkan pada anak sebagai berikut:
1)      Nilai karakter dan hubungannaya dengan Tuhan
Nilai ini bersifat religius. Baik perkataan, perbuatan dan tindakan selaras dengan nilai-nilai ketuhanan
2)      Nilai karakter hubungannya dengan diri sendiri, diantaranya:
a.       Jujur
b.      Bertanggung jawab
c.       Bergaya hidup sehat
d.      Disiplin
e.       Kerja keras
f.       Percaya diri
g.      Berjiwa wirausaha
h.      Berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif
i.        Mandiri
j.        Ingin tahu
k.      Cinta ilmu
3)      Nilai karakter yang hubungannya dengan sesama, diataranya:
a.       Sadar hak dan kewajiban diri dan orang lain
b.      Patuh pada aturan-aturan sosial
c.       Menghargai karya dan prestasi orang lain
d.      Santun
e.       Demokratis
4)      Nilai karakter hubungannya dengan lingkungan
Hal ini berkaitan dengan kepedulian terhadap sosial dan lingkungan. Berupaya mencegah kerusakan pada alam lingkungan alam disekitarnya.
5)      Nilai kebangsaan, dantaranya:
a.       Nasionalis
b.      Menghargai keberagaam

Internalisasi nilai-nilai yang di atas perlu didukung oleh pihak sekolah, guru, dan masyarakat. Full day school harapannya bisa menginternalisasikan nilai-nilai tersebut sehingga peserta didik secara utuh memiliki karakter yang kuat, cerdas, disiplin, mempunyai jiwa nasionalis, dan mampu menghargai keragaman budaya dan pendapat.
Untuk mewujudkan generasi yang unggul perlu didukung guru yang intensif melakukan pendampingan dan memiliki karakter yang menjadi teladan peserta didik. Menurut E. Mulyasa dalam bukunya Jamal Ma’mur Asmani (2012: 71-72) Guru tidak hanya mengajar saja tetapi guru bersifat multifungsi. Tidak hanya menjadi pendidik tapi juga sebagai pengajar, pembimbing, pelatih, penasihat, pembaru, model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreatifitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa cerita aktor, emansipator, evaluator, pengawet, dan kulminator.
Menurut Suyanto dan Asep Djihad (2013: 18) guru juga memiliki kepribadian yang matang dan sehat. Kepribadian guru menjadi pengaruh langsung dan kumulatif terhadap hidup dan kebisaan-kebiasaan belajar pada peserta didik. Jadi posisi guru menjadi percontohan peserta didik baik dari perkataan, perbuatan dan sikap.
Untuk menginternalisasikan nilai-nilai karakter perlu didukung guru yang memiliki kesiapan dan karakter yang kuat. Adapun peran guru dalam pendidikan karakter sebagai berikut:
1)      Keteladanan
Keteladanan faktor mutlak yang harus dimiliki guru. Keteladanan yang dibutuhkan guru berupa konsistensi dalam menjalankan perintah agama dan menjauhi larangan-larangannya; kepedulian terhadap nasib orang tidak mampu; kegigihan dalam meraih prestasi secara individu dan sosial; keteladanan menghadapi tantangan; rintangan dan godaan; serta kecepatan bergerak dan beraktualisasi.
2)      Inspirator
Guru mampu membangkitkan semangat untuk maju dengan menggerakkan segala potensi yang dimiliki untuk meraih prestasi peserta didik dan masyarakat.

3)      Motivator
Guru mempunyai semangat utuk membangkitkan spirit, etos kerja dan potensi dalam diri peserta didik.
4)      Dinamisator
Guru tidak hanya membangkitkan semangat tetapi menjadi lokomotif yang mendorong gerbong kereta kearah tujuan dengan kecepatan, kecerdasan, kearifan yang tinggi.
5)      Evaluator
Guru harus selalu mengevaluasi metode pembelajaran yang selama ini dipakai dalam pendidikan karakter.
Peran guru sangat urgen, dengan didukung karakter-karakter yang mumpuni guru mampu membentuk karakter peserta didik. Untuk mewujudkan karakter yang diharakan tidak hanya menjadi tanggung jawab guru tetapi orang tua juga harus berperan aktif mendampingi peserta didik ketika berada di lingkungan keluarga dan masyarakat. Tidak akan berjalan dengan baik internalisasi nilai-nilai karakter apabila lingkungan yang tidak kondusif dan orang tua yang kurang peduli.
Menurut Rofa’ah (2016: 5) guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pemebelajaran di sekolah. Guru juga memiliki peran yang besar terhadap perkembangan peserta didik dalam mewujudkan cita-cita hidupnya.
Karena pentingnya posisi guru maka peran guru bisa berkontribusi terhadap kuantitas dan kualitas pembelajaran yang pada akhirnya berperan meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Dengan adanya guru maka akan berdampak baik terhadap keberhasilan penanaman karakter pada anak dengan tergalinya potensi peserta didik sesuai yang dimiliki sebagai bekal untuk masa depan. Melihat kondisi di lapangan, penerapan full day school menyesuaiakan kondisi sekolah tersebut. Sekolah dengan kondisi yang jauh dari rumah anak dan fasilitas kurang memadai pastinya belum siap pelaksanaan model full day school. Model sekolah tersebut harus siap segala hal baik dari kesiapan guru, model kegiatan belajar selama seharian, dan sarana prasarana. Untuk sarana dan prasarana itu sendiri penting karena menetukan keberhasilan pada program tersebut.
Menurut Mujamil Qomar (2007: 170) keberadaan sarana dan prasarana pendidikan mutlak dibutuhkan dalam proses pendidikan, sehingga termasuk dalam komponen-komponen yang harus dipenuhi dalam melaksanakan proses pendidikan. Tanpa sarana pendidikan, proses pendidikan akan mengalami kesulitan yang sangat serius, bahkan bisa menggagalkan pendidikan.
Sarana pendidikan adalah peralatan yang secara langsung diguanakan dalam proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja, kursi, serat media pengajaran. Sedangkan prasaraan pendidikan adalah fasilitas yang tidak langsung menunjang jalannya proses pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, dan jalan menuju sekolah. Sekolah yang menerapkan full day school apabila tiba waktunya ibadah dhuhur maka sekolah harus menyediakan tempat ibadah bagi peserta didik yang muslim akan tetapi jika tidak disediakan akan berakibat tidak berjalannya pembiasaan beribadah sehingga memunculkan kerancauan pada tujuan sekolah dengan model full day school.
Pentingnya sarana dan prasarana yang lengkap juga menjadi syarat pemberlakuan full day school. Karena tanpa sarana dan prasarana mendukung maka akan meyulitkan proses pembelajaran sehingga target tidak tercapai.
Bagi sekolah perkotaan cocok untuk diimplementasikan model sekolah tersebut namun di daerah pedesaan belum siap karena dari sarana dan prasarana belum memadai dan pola peserta didik di pedesaan setelah pulang sekolah biasanya belajar ke lembaga pendidikan Islam.
Bagi orang tua dengan pendapatan yang cukup dan sibuk bekerja, full day school menjadi solusi penangkal pergaulan anak di masyarakat yang makin memprihatinkan ditambah lagi orang tua diuntungkan dengan pengawasan guru secara ekstra sehingga meminimalisir pergaulan bebas. Tetapi berbeda halnya apabila full day school diterapkan pada orang tua dengan kondisi perekonomian pas-pasan karena ini akan memberatkan karena harus ada tambahan biaya uang saku untuk makan siang dan keperluan yang lain.
Implementasi model full day school pada lembaga pendidikan bisa mengurangi eksistensi lembaga di bawah naungan pendidikan Islam. Peserta didik yang sudah terbiasa mengenyam pendidikan Islam sepulang sekolah seperti di Taman Pendidikan Qura’an (TPQ), madrasah diniyyah, dan pesantren. Karena pulang sekolah sore maka akan berdampak kurang siapnya peserta didik karena kondisi pikiran dan fisik capek ditambah lagi pulang yang biasanya sampai rumah jam 2 siang bisa menjagi jam 3 atau 4 sore, tergantung pada jarak sekolah ke rumah. Lambat laun lembaga pendidikan Islam kurang diminati karena seluruh pusat kegiatan sudah berada di sekolah.
‘Pendididkan Islam itu sendiri menurut Nik Haryati (2014: 9) suatu pendidikan yang melatih perasaan peserta didik dengan cara sebegitu rupa sehingga didalam sikap hidup, tindakan, keputusan dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan mereka dipengaruhi sekali dengan nilai spiritualitas dan semangat sadar akan nilai etis Islam. Mereka dilatih mentalnya menjadi begitu disiplin sehingga mereka ingin mendapatkan pengetahuan bukan semata-mata memuaskan rasa ingin tahu intelektual mereka atau hanya memperoleh keuntungan materiil saja. Melainkan untuk berkembang menjadi makhluk rasional yang berbudi luhur dan melahirkan kesejahteraan spiritual, moral, dimana fisik bagi keluarga mereka, bangsa mereka dan seluruh umat manusia’.

Sejatinya lembaga pendidikan Islam sebagai wadah bagi anak untuk menguatkan karakter dan ruhiyah anak karena di sekolah peserta didik hanya mendapat 2 jam pelajaran agama. Dengan adanya penguatan pendidikan Islam menjadikan pelengkap untuk menanamkan karakter peserta didik yang lebih baik dan penguatan pada muatan pelajaran agama di sekolah.
Menurut Tobroni (2015: 21) pendidikan Islam bisa pula berarti lembaga pendidikan yang didalamnya terdapat kegiatan yang menjadikan Islam sebagai identitasnya, baik dinyatakan dengan semata-mata maupun tersamar.
Pendidikan Islam yang ada di Indonesia menurut Mujamil Qomar (2007: 42) merupakan warisan peradaban Islam, sekaligus aset bagi pembangunan nasional.
Urgensi pendidikan Islam perlu dilestariakan dan dilanjutkan untuk generasi sekarang sehingga eksistensi keberadaan pendidikan Islam bisa berkontribusi terhadap Indonesia menuju peserta didik yang kuat karakternya.
B.        Rumusan Masalah
Dari penjabaran di atas dapat ditarik rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:
1.      Bagaimana implementasi full day school pada lembaga pendidikan?
2.      Apa implikasi full day school terhadap pendididkan Islam?

       I.            II.   METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode Literature Review (Studi pustaka). Metode ini peneliti menalaah buku-buku, sumber elektronik, dan jurnal ilmiah yang ada kemudian pengumpulan data, analisis data, penafsiran dan pelaporan. Menurut Asep Saipul Hamdi (2014: 26) dengan metode Literature Review (Studi pustaka) diharapkan pembaca mendapatkan wawasan yang lebih jauh dari sebuah studi.
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor dalam bukunya Moleong (2000: 3) menjelaskan metode kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

III.         HASIL DAN PEMBAHASAN
a.       Implementasi Full Day School Pada Lembaga Pendidikan
Full day school merupakan model sekolah dengan durasi belajar 8 jam setiap harinya dan 5 hari masuk sekolah dalam satu minggu. Model sekolah yang menggunakan full day school benar-benar harus sudah siap yang didukung oleh sarana dan prasarana, sumber daya, guru dan dukungan orang tua. Sekolah dengan durasi belajar lebih panjang berharap penanaman karakter bisa dilaksanakan dengan maksimal yang didukung pula dengan penggalian potensi peserta didik.
Sopan santun pada guru, disipin belajar, berbicara sopan pada sesama teman, pergaulan terjaga, ramah, tidak suka marah, sholat dhuhur dan asar berjamaah, dan sebagainya menjadi harapan orangtua. Sekolah yang sudah menerapkan model ini menjadikan peserta didik mempunyai kesempatan untuk bersosialisasi lebih lama dengan teman sebayanya di sekolah. Kondisi yang demikian mempermudah peserta didik mudah diawasi oleh guru sehingga interaksi peserta didik satu dengan yang lain terkontrol.
Implementasi model sekolah tersebut sudah banyak terlaksana di sekolah Islam Terpadu. Konsep sekolah tersebut belajar sejak pagi dan pulang sore. Output dari model belajar tersebut peserta didik terjaga kualitas sikap dan karakter peserta didik bisa dikondisikan.
Implementasi pada model sekolah ini memberikan wadah pada peserta didik untuk mengembangkan minat bakat anak sesuai potensi melalui kegiatan intra kurikuler, ko kurikuler dan ekstra kurikuler. Selain itu, sekolah juga memfasilitasi kegiatan agama sehingga waktu belajar yang panjang menjadikan karakter anak tertanam, bakatnya terasah dan kegiatan keagamaan juga didapatkan.
‘Menurut M. Arabi dalam Tesisnya “Manajemen Kepala Sekolah Dalam Sistem Full Day School di MI Sultan Agung Yogyakarta ” (2016: 5) bahwa pelaksanaan full day school di sekolah tersebut mengalami perubahan diataranya: mengurangi kegiatan anak bermain, memberi ketenangan bagi orang tua yang bekerja sampai sore hari dan membekali anak dengan ilmu agama serta melakukan kegiatan perubahan baik sistem pembelajaran, pola dan program belajar, maupun metode pembelajaran yang disesuaikan dengan tingkatannya’.

Model full day school menjadi primadona orang tua yang bekerja sampai sore. Namun tidak bisa dipasrahkan begitu saja pendidikan pada sekolah karena sejatinya pendidikan utama menjadi tanggung jawab orang tua.
Disisi lain full day school baik untuk dilaksanakan untuk penanaman karakter dan mengasah bakat peserta didik namun bagi orang tua dengan perekonomian yang pas-pasan dan peserta didik sepulang sekolah belajar di lembaga pendidikan menjadi kendala tersendiri. Kalau penerapan model  full day school tetap dilaksanakan tanpa mempertimbangkan kondisi orang tua dan peserta didik akibatnya timbul masalah dikemudian hari.
b.       Implikasi Implementasi Full Day School
Pembelajaran yang menggunakan durasi 8 jam setiap harinya menjadikan peserta didik harus ekstra menyiapakan fisik dan kodisi badan yang sehat. Waktu belajar yang lama juga menjadikan pikiran berfikir terus sehingga bisa mendatangkan kebosanan peserta didik.
Adapun implikasi implementasi full day school pada lembaga pendidikan Islam sebagai berikut:
1)   Kurangnya minat dan kesempatan anak didik untuk mengeyam pada lembaga pendidikan keagamaan seperti madrasah diniyah, pesantren, tempat pembelajaran Qur’an, dan sebagainnya sehingga lembaga pendidikan Islam yang seharusnya berkontribusi pada nilai-nilai Islam dan akhlak menjadi tersisihkan sehingga ilmu keagamaaan yang harusnya mendukung pelajaran agama mulai terkikis.
2)   Peran lembaga pendidikan Islam yang harusnya berkontribusi terhadap karakter, akhlak dan penanaman nilai-nilai Islami peserta didik menjadi lemah karena seluruh kegiatan sudah terpusat di sekolahan.
c.       Kelebihan dan Kekurangan implementasi Full Day School
Adapun kelebihan Implementasi full day school pada lembaga pendidikan sebagai berikut:
1.      Penanaman karakter bisa dilakukan guru dengan pengawasan yang intensif.
2.      Pergaulan peserta didik mudah terkontrol dan tidak mudah terpengaruh lingkungan luar.
3.      Sekolah bisa mengembangkan potensi anak sesuai bakat dan minat anak melalui kegiatan intra kurikuler, ko kurikuler, dan ekstra kurikuler.
4.      Orangtua yang bekerja sampai sore terbantu dalam pengawasan anak oleh gurunya.
5.      Perkembangan sosial dan psikologi peserta didik berkembang dengan baik yang didukung dengan lingkungan yang mendukung dan kondusif.
Adapun kelemahan Implementasi full day school pada lembaga pendidikan sebagai berikut:
1.      Tenaga dan pikiran peserta didik terkuras karena belajar sampai sore dan peserta didik mudah bosen jika pelajaran monoton.
2.      Peserta didik yang berada di lingkungan lembaga pendidikan Islam akan tertinggal materi dan mengurangi minat belajar peserta didik karena selain pulang sore dengan kondisi yang sudah capek juga kegiatan pembelajaran seluruhnya sudah berada di sekolah.
3.      Kondisi perekonomian orang tua yang pas-pasan menjadikan beban pikiran karena ada tambahan biaya utuk makan siang dan sebagainya.
 IV.      KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang diuraikan di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Impelmetasi full day school pada lembaga pendidikan didapatkan hasil sebagai berikut:
a.       Impelmetasi full day school merupakan program pembelajaran lima hari dari pagi sampai sore dengan maksud tujuan penanaman karakter peserta didik dan menggali potensi anak sesuai bakat yang dimiliki melalui kegaiatan ko kurikuler, intra kurikuler dan ekstra kurikuler.
b.      Implementasi full day school pada lembaga pendidikan menyesuaikan kesiapan masing-masing sekolah karena kondisi dan keadaan tiap lembaga pendidikan berbeda-beda.
2.      Adapun implikasi full day school pada lembaga pendidikan Islam hasilnya:
a.       mengurangi minat dan kesempatan anak didik untuk mengeyam pada lembaga pendidikan keagamaan seperti madrasah diniyah, pesantren, tempat pembelajaran Qur’an, dan sebagainnya sehingga lembaga pendidikan Islam yang seharusnya berkontribusi pada nilai-nilai Islam dan akhlak menjadi tersisihkan sehingga ilmu keagamaaan yang harusnya mendukung pelajaran agama mulai terkikis.
b.      Peran lembaga pendidikan Islam yang harusnya menanamkan karakter, akhlak dan penanaman nilai-nilai Islami peserta didik menjadi lemah karena seluruh kegiatan terpusat di sekolahan sedangkan porsi pelajaran agama hanya 2 jam dalam satu minggu.
Adapun saran penelitian ini sebagai berikut:
1.      Sekolah perlu koordinasi dengan orang tua berkaitan persiapan pelaksanaan full day school dengan mempertimbangkan sarana prasarana, sumber daya, dan keuangan.
2.      Sekolah yang sudah melaksanakan full day school tetap menjaga mutu dan kualitas dengan mendesain pembelajaran yang menyenangkan sehingga pembelajaran tidak monoton. Serta motivasi dan dukungan orang tua agar model pembelajaran full day school tetap terlaksana dengan maksimal.
3.      Penelitian ini dapat dijadikan rujukan apabila peneliti lain berminat meneliti lebih lanjut mengenai Implemetasi full day school dan implikasinya terhadap pendidikan Islam.




DAFTAR PUSTAKA
Asmani, Jamal Ma’mur. 2012. Buku Panduan Internalisasi Pendididkan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Diva Press

Arabi, M. 2016. Manajemen Kepala Sekolah Dalam Sistem Full Day School di MI Sultan Agung Yogyakarta”. Tesis. Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Hamalik, Oemar. 2011. Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Hamdi, Asep Saipul. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi Dalam pendidikan. Yogyakarta: Deepublish.
Haryanti, Nik. 2014. Ilmu Pendidikan Islam (IPI). Malang: Gunung Samudera.
Hasyim, Farid. 2015. Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Malang: Madani.
Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah.
Qomar, Mujamil. 2007. Manajemen Pendidikan Islam. Erlangga

Rofa’ah. 2016. Pentingnya Kompetensi Guru Dalam Kegaiatan Pembelajaran Dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: Deepublish
Suyanto dan Asep Djihad. 2013. Bagaimana Menjadi Calon Guru dan Guru Profesional. Yogyakarta: Multi Pressindo.

Tobroni, 2015. Pendidikan Islam Dari Definisi Paradigma Telogis, Filosofis, dan Spiritualitas Hingga Dimensi Praksis Nomatif. Jakarta: Mitra Wacana media.
Tiara Rosalina, 2012. Pengaruh Manajemen Pembelajaran Full Day School Terhadap Motivasi belaja. Volume 23. Nomor 5. Nomor: 434.

Tim Pengembang Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. PT. Imperial Bhakti utama.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional.
Yulianti dan hartatik. 2014. Implementasi Pendidikan Karakter di Kantin Kejujuran. Malang: Gunung Samudera.