1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Administrator

Baca, Teliti dan Kroscek Sebelum Jadi Korban Hoax!


Baca, Teliti dan Kroscek Sebelum Jadi Korban Hoax!
Oleh: Bambang Sismedi Saputro

Seiring berkembangnya zaman, media elektronik berkembang pesat menjadikan banyak berita berlalu lalang melalui media tersebut. Berbagai informasi berita melalui website, facebook, grup whatsapp, televisi dan radio menjadikan banyak berita yang bermunculan.
Berkembangnya media menjadikan masyarakat makin cepat mengakses informasi. Baik berita tentang pendidikan, olahraga, hukum, politik, agama, sosial, budaya, kuliner, gaya hidup dan ekonomi. Dengan kemudahan mengakses informasi melalui media elektronik tersebut, masyarakat semakin mudah memperoleh informasi sesuai yang dibutuhkan. Dengan beredarnya banyak berita/informasi, perlu dibaca dengan tuntas dan teliti karena setiap informasi yang beredar belum tentu riil terjadi. Bisa jadi konten informasi tersebut hanya sekedar iseng atau berita hoax.
Menurut maria Assumpta Rumanti OSF Berita adalah fakta, opini, pesan, informasi yang mengandung nilai-nilai yang diumumkan, diinformasikan, yang menarik sejumlah orang. Unsur yang terpenting bagi berita adalah “dikomunikasikan” dan menarik sejumlah orang karena merupakan sesuatu yang “baru” baginya.[1] Berarti berita itu sendiri merupakan informasi baru yang akan disampaikan ke orang lain baik secara langsung atau melalui media.
Seringnya masyarakat mengakses dunia online, menjadikan mereka mudah untuk mendapat berita. Kalau berita tersebut benar yang terjadi dilapangan bisa menjadikan berita positif untuk menambah wawasan akan tetapi jika informasi tersebut hoax maka perlu adanya cek dan ricek dilapangan sehingga masyarakat tidak menjadi korban berita hoax yang akibatnya bisa merugikan dan menyesatkan.
Apa itu berita hoax? menurut KBBI online hoax adalah Berita bohong, tidak bersumber. [2] Sedangkan menurut Antara News Istilah hoax, kabar bohong, menurut Lynda Walsh dalam buku "Sins Against Science", merupakan istilah dalam bahasa Inggris yang masuk sejak era industri, diperkirakan pertama kali muncul pada 1808. Asal kata "hoax" diyakini ada sejak ratusan tahun sebelumnya, yakni "hocus" dari mantra "hocus pocus", frasa yang kerap disebut oleh pesulap, serupa "sim salabim". Alexander Boese dalam "Museum of Hoaxes" mencatat hoax pertama yang dipublikasikan adalah almanak (penanggalan) palsu yang dibuat oleh Isaac Bickerstaff alias Jonathan Swift pada 1709. Saat itu, ia meramalkan kematian astrolog John Partridge. Agar meyakinkan, ia bahkan membuat obituari palsu tentang Partridge pada hari yang diramal sebagai hari kematiannya. [3]
Dengan demikian berita hoax merupakan berita atau informasi bohong yang menyebar melalui media sosial tanpa ada sumber yang bisa dipertanggung jawabkan, yang mana konten isinya tidak benar, berisi kebohongan, mengujar kebencian dan menimbulkan kekacauan.
Menurut Republika, hoax banyak beredar terutama di media sosial. Co-Founder Provetic, Shafiq Pontoh mengatakan jenis hoax yang paling sering diterima adalah masalah sosial politik, yaitu sekitar 91,8 persen, masalah SARA sebanyak 88,6 persen, kesehatan 41,2 persen, makanan dan minuman 32,6 persen, penipuan keuangan 24,5 persen, iptek 23 ,7 persen, berita duka 18,8 persen, candaan 17,6 persen, bencana alam 10,3 persen dan lalu lintas 4 persen. [4]
Melihat penjelasan di atas, paling teratas berita hoax pada bidang politik sekitar 91,8 persen. Karena politik sebagai salah satu cara untuk mendapat kekuasaan, maka oknum yang tidak suka dengan lawan politiknya membuat berita negatif atau bohong yang bisa menurunkan citra nama baik sehingga pemilih bisa beralih ke yang lain.
Berita bohong tidak luput menjadi sorotan bagi pendidik/guru. Karena konten hoax berisi kebohongan, kebencian, dan permusuhan. Sebagai pendidik menjadi tugas seorang guru supaya bisa memfilter atau menjelaskan berita tersebut benar atau palsu. Dimulai dari keluarga, lingkungan dan peserta didik, guru bisa mengedukasi berita-berita yang beredar di media sosial. Salah satu tujuannya untuk menghindari kesalahpahaman pembaca dan mengantisipasi kekacauan berita yang dimuat.
Sosialisasikan cara memilih berita yang benar dan valid
Pendidik sebagai agen of change harus berani tampil didepan memerangi berita hoax. Sebagai pendidik selain tugasnya mengajar juga bisa berkontribusi dengan mengedukasi peserta didik, keluarga, wali murid dan kolega supaya tidak menjadi korban hoax. Adapun caranya sebagai berikut; pertama, sosialisasikan ke peserta didik, keluarga, wali murid dan kolega untuk bijak membaca berita. Jangan mudah percaya dengan berita yang dimuat di media sosial, minimal bisa membandingkan dengan berita lain yang bisa dipercaya dan valid serta bisa mengkroscek di lapangan berkaitan peristiwa yang terjadi. Kedua, perbanyak bacaan terutama pada media cetak contohnya koran. Koran berisi kumpulan berita yang dimuat berdasarkan liputan wartawan di lapangan yang disesuaikan dengan kejadian.  Ketiga, bertanyalah pada orang yang lebih tahu pada bidangnya/orang yang bertanggung jawab mengenai berita tersebut. Dengan demikian berita yang didapat bisa lebih akurat dan jelas.
Pendidik/guru merupakan tugas professional yang tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. [5] Dengan demikian pendidik/guru selain mempunyai tugas mengarahkan peserta didik untuk belajar juga bisa mengedukasi peserta didik dengan mengarahkan dan membimbing supaya tidak terjerumus berita bohong.
Disatu sisi dengan pesatnya perkembangan media elektronik menjadikan berita cepat menyebar ke khalayak umum tetapi disisi lain perlu waspada keaslian berita yang beredar. Antara situs satu dengan situs yang lain ada perbedaan dari konten menjadikan pembaca bingung karena isi beritanya berbeda.
Bagi orang awam, dengan adanya berita yang beredar mereka mudah untuk percaya kalau berita tersebut dianggap benar dan kemudian disebarkan ke orang lain melalui media sosial dengan harapan orang lain juga mengetahuinya. Berita beredar dengan cepat namun disisi lain menjadikan kegaduhan jika berita tersebut hoax.
Anggota Komisi I DPR Sukamta mengatakan, fenomena hoax itu pertama kali muncul di media sosial pada saat pemilihan gubernur (Pilgub) 2012 lalu. Oknum yang awalnya iseng-iseng memberikan kabar bohong malah dipercaya oleh masyarakat, akibatnya sampai saat ini. [6]
Merebaknya berita bohong menjadikan keresahan masyarakat. Disisi lain masyarakat ingin tahu info yang terbaru, disisi lain berita yang tersebar banyak yang mengandung kebohongan sehingga menyebabkan berita simpang siur dan mengakibatkan kekacauan di masyarakat. Kalau berita yang beredar di media sosial banyak yang hoax akan berdampak buruk pada kehidupan bermasyarakat karena bisa menimbulkan perselisihan, kebencian, pertengkaran dan dan mengganggu kestabilan keamanan Negara Indonesia.  
Menurut Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE menjelaskan, Setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.[7] Dengan demikian penyebar berita hoax bisa dipidanakan karena melanggar undang-undang. Penyebar berita hoax awal mulanya tergesa-gesa menyebar berita tanpa ada cek dan ricek terlebih dahulu.
Waspada dan bijak memilih berita
Bahaya berita hoax yang beredar, perlu dijadikan kewaspadaan semua pihak. tidak hanya pemerintah dan pendidik, tetapi masyarakat luas harus meneliti sebelum menyebar berita yang belum tentu benar. Mudahnya menggunakan media elektronik, masyarakat perlu bijak didalam menyikapi berita yang beredar. Kalau pengguna media elektronik mendapat informasi kemudian menyebar tanpa membaca dan mengklarifikasi dulu sama saja bisa menjadi pelaku penyebar berita kebohongan. Dibaca, dibandingkan dengan media lain yang terpercaya, dicek dilapangan dan diklarifikasi dengan orang yang berkepentingan menjadi modal utama menentukan berita tersebut benar atau salah.
Untuk mengenali berita hoax berikut ciri-cirinya sebagai berikut:[8]
1.    Pertama, berita hoax umumnya mewartakan secara sensasional. Dalam arti, artikelnya menggugah perasaan dan emosi orang secara berlebihan.
2.     muatannya provokatif. "Biasa dengan memakai kata-kata 'Sebarkan!' atau 'Lawan!
3.     Terletak pada aspek keaktualannya. Menurut dia, berita hoax itu suka-suka. Berita lama pun bisa dia naikkan lagi, ditulis ulang seolah peristiwanya baru terjadi.
4.    Sumber berita yang dimuat tidak jelas.
5.    Mengandung unsur diskriminatif. Tujuannya untuk memojokkan pihak lain, di satu sisi mengagung-agungkan pihak yang satunya,
6.    berita hoax terlihat dari gaya penulisannya yang diselipkan tanda-tanda. Misal, ada huruf besar dan kecil tidak pada tempatnya di judul.
7.    Ketujuh, berita hoax sudah melalui proses pengeditan. Dalam arti, ada informasi yang sudah dipotong maupun ditambahkan tanpa seperlunya. Untuk itu, dia berharap masyarakat waspada dengan banjirnya informasi di media sosial. Ia percaya, mensosialisasikan hoax ke generasi muda bisa memberikan perbaikan lebih bagi bangsa dan negara.

Dengan penjelasan diatas maka berita hoax perlu diwaspadai karena selain mengandung unsur provokatif, mengujar kebencian juga berdampak pada menjelek-jelekkan salah satu pihak yang berakibat timbul perselisihan. Berita yang beredar di media massa sering berlalu lalang, hampir setiap hari banyak berita yang ditampilkan di media dengan beragam kondisi yang terjadi.
Dengan beredarnya berita yang sangat beragam, perlu adanya langkah untuk mengidentifikasi berita hoax diantaranya sebagai berikut:[9]
1. Hati-hati dengan judul provokatif
            Berita hoax seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoax.
Oleh karenanya, apabila menjumpai berita denga judul provokatif, sebaiknya Anda mencari referensi berupa berita serupa dari situs online resmi, kemudian bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda. Dengan demikian, setidaknya Anda sebabagi pembaca bisa memperoleh kesimpulan yang lebih berimbang.
2. Cermati alamat situs
Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi -misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan.
Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita.
Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.
3. Periksa fakta
Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi resmi seperti KPK atau Polri? Sebaiknya jangan cepat percaya apabila informasi berasal dari pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat.
Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh.
Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.
4. Cek keaslian foto
Di era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca.
Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.
5. Ikut serta grup diskusi anti-hoax
Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.

Dengan demikian, beredarnya berita hoax perlu diklarifikasikan kebenarnnya dengan fakta yang terjadi dilapangan. Jangan sampai kita menerima berita hoax kemudian disebarkan ke yang lain yang bisa berakibat merugikan orang lain dan bisa dikenakan sanksi pidana.   

Dampak negatif berita hoax
Karena konten berita berisi hal negatif, hasut dan fitnah berikut dampak negatif yang akan terjadi:
Pertama, menimbulkan kemarahan masyarakat dan menimbulkan opini negatif sehingga terjadi disintergratif bangsa. 
Kedua, menyulut kebencian, kemarahan, hasutan kepada orang banyak (untuk mengadakan huru-hara, pemberontakan, dan sebagainya), biasanya dilakukan oleh tokoh atau aktivitis partai politik, pidato yang berapi-api untuk mempengaruhi massa. 
Ketiga, Hoax juga merupakan propaganda negatif, dimana sebuah upaya yang disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan mempengaruhi langsung perilaku agar memberikan respon sesuai yang dikehendaki oleh pelaku propaganda.[10]

Selektif dan Hati-Hati
Sering mendapat SMS dari salah satu instansi Bank dengan isi mendapat sejumlah uang/kendaraan menjadi kegembiraan tersendiri buat saya. Disisi lain hadiah tersebut saya anggap sebagai bonus karena telah menggunakan jasa bank tersebut. Tetapi ada yang janggal, setelah dicek nomor pengirim bukan berasal dari pihak bank resmi tetapi pakai nomor pribadi seseorang. Nomor tersebut mengarah pada alamat website untuk mengecek hadiah yang akan diterima dengan mengirim sejumlah dana. Secara legal formal seseorang mendapat hadiah dari pihak bank minimal ada pemberitahuan surat resmi atau telfon langsung yang kemudian penerima hadiah bisa datang langsung di bank tersebut tanpa harus mengirimkan sejulmlah uang. Karena informasi yang saya dapat tidak jelas dan tidak bisa dipertanggung jawabkan maka saya abaikan.
Kasus kedua pernah mendapat pesan melalui BBM oleh salah satu teman. Isinya meminjam uang sekitar 2 juta yang mana harus segera ditrasfer langsung lewat ATM. Karena jumlah uang tersebut banyak maka saya pastikan dulu si peminjam teman saya atau handphone nya di bajak oleh orang lain. Setelah terjadi pebincangan dengan teman saya, ternyata BBM tersebut dibajak oleh orang lain. Secara spontanitas pesan BBM yang dibajak saya jawab: “ini mau menipu ya?” lantas pertemanan BBM saya dihapus pada saat itu juga.
Dari penjelasan diatas dan didukung dengan dua kasus penulis yang pernah dialami bisa diambil pelajaran dan kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, jangan mudah mempercayai pesan SMS, pesan BBM atau pesan media sosial dari orang lain yang menyebutkan dapat hadiah atau meminjam uang dengan jumlah besar. Bisa jadi informasi tersebut bohong dengan tujuan untuk menipu.
Kedua, cek terlebih dahulu dengan orang yang bersangkutan dengan bertemu atau lewat telepon, sebagai antisipasi dibohongi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Ketiga, laporkan segera kepada pihak berwajib agar informasi/berita/SMS yang masuk ke handphone bisa ditindaklanjuti dengan harapan bisa segera memutus mata rantai berita bohong.
Keempat, waspada, hati-hati, selektif, jangan gegabah dan jangan mudah percaya pada berita yang didapat, cek dan ricek dulu kepastiannya sampai berita tersebut benar-benar riil atau bohong.
Kelima, selalu up to date berita dari pemerintah atau situs yang akurat dan akuntabel sehingga kita bisa lebih mengantisipasi lebih dini dari berita hoax dan berita yang hanya sekedar iseng yang mana bisa berdampak buruk bagi pembaca dan yang menyebarkan ke orang lain.

#antihoak #marimas #pgrijateng


DAFTAR PUSTAKA
Assumpta Rumanti, Maria. 2002. Dasar-dasar Public Relations Teori dan Praktek. Jakarta: Grasindo
UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 1 ayat 1
Undang-Undang ITE Pasal 28 ayat 1




[1] Maria Assumpta Rumanti OSF. 2002.Dasar-dasar Public Relations Teori dan Praktek. Jakarta: Grasindo. Hal. 130
[2] http://www.kbbionline.com/arti/gaul/hoax. Diakses Kamis, 9 November 2017
[5] UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 1 ayat 1
[7] Undang-Undang ITE Pasal 28 ayat 1