Oleh: Bambang Sismedi
Saputro
Seiring
berkembangnya zaman, media elektronik berkembang pesat menjadikan banyak berita
berlalu lalang melalui media tersebut. Berbagai informasi berita melalui website,
facebook, grup whatsapp, televisi dan radio menjadikan banyak berita yang
bermunculan.
Berkembangnya
media menjadikan masyarakat makin cepat mengakses informasi. Baik berita tentang
pendidikan, olahraga, hukum, politik, agama, sosial, budaya, kuliner, gaya
hidup dan ekonomi. Dengan kemudahan mengakses informasi melalui media
elektronik tersebut, masyarakat semakin mudah memperoleh informasi sesuai yang
dibutuhkan. Dengan beredarnya banyak berita/informasi, perlu dibaca dengan
tuntas dan teliti karena setiap informasi yang beredar belum tentu riil terjadi.
Bisa jadi konten informasi tersebut hanya sekedar iseng atau berita hoax.
Menurut
maria Assumpta Rumanti OSF Berita adalah fakta, opini, pesan, informasi yang
mengandung nilai-nilai yang diumumkan, diinformasikan, yang menarik sejumlah
orang. Unsur yang terpenting bagi berita adalah “dikomunikasikan” dan menarik
sejumlah orang karena merupakan sesuatu yang “baru” baginya.[1] Berarti berita itu sendiri
merupakan informasi baru yang akan disampaikan ke orang lain baik secara
langsung atau melalui media.
Seringnya
masyarakat mengakses dunia online, menjadikan mereka mudah untuk mendapat
berita. Kalau berita tersebut benar yang terjadi dilapangan bisa menjadikan
berita positif untuk menambah wawasan akan tetapi jika informasi tersebut hoax maka perlu adanya cek dan ricek
dilapangan sehingga masyarakat tidak menjadi korban berita hoax yang akibatnya bisa merugikan dan menyesatkan.
Apa
itu berita hoax? menurut KBBI online hoax adalah Berita bohong, tidak bersumber. [2]
Sedangkan menurut Antara News Istilah hoax, kabar bohong, menurut Lynda Walsh
dalam buku "Sins Against
Science", merupakan istilah dalam bahasa Inggris yang masuk sejak era
industri, diperkirakan pertama kali muncul pada 1808. Asal kata
"hoax" diyakini ada sejak ratusan tahun sebelumnya, yakni
"hocus" dari mantra "hocus pocus", frasa yang kerap disebut
oleh pesulap, serupa "sim salabim". Alexander Boese dalam
"Museum of Hoaxes" mencatat hoax
pertama yang dipublikasikan adalah almanak (penanggalan) palsu yang dibuat oleh
Isaac Bickerstaff alias Jonathan Swift pada 1709. Saat itu, ia meramalkan
kematian astrolog John Partridge. Agar meyakinkan, ia bahkan membuat obituari
palsu tentang Partridge pada hari yang diramal sebagai hari kematiannya. [3]
Dengan demikian berita hoax
merupakan berita atau informasi bohong yang menyebar melalui media sosial
tanpa ada sumber yang bisa dipertanggung jawabkan, yang mana konten isinya
tidak benar, berisi kebohongan, mengujar kebencian dan menimbulkan kekacauan.
Menurut
Republika, hoax banyak
beredar terutama di media sosial. Co-Founder Provetic, Shafiq Pontoh mengatakan
jenis hoax yang
paling sering diterima adalah masalah sosial politik, yaitu sekitar 91,8
persen, masalah SARA sebanyak 88,6 persen, kesehatan 41,2 persen, makanan dan
minuman 32,6 persen, penipuan keuangan 24,5 persen, iptek 23 ,7 persen, berita
duka 18,8 persen, candaan 17,6 persen, bencana alam 10,3 persen dan lalu lintas
4 persen. [4]
Melihat
penjelasan di atas, paling teratas berita hoax
pada bidang politik sekitar 91,8 persen. Karena politik sebagai salah satu
cara untuk mendapat kekuasaan, maka oknum yang tidak suka dengan lawan
politiknya membuat berita negatif atau bohong yang bisa menurunkan citra nama
baik sehingga pemilih bisa beralih ke yang lain.
Berita
bohong tidak luput menjadi sorotan bagi pendidik/guru. Karena konten hoax berisi kebohongan, kebencian, dan permusuhan.
Sebagai pendidik menjadi tugas seorang guru supaya bisa memfilter atau
menjelaskan berita tersebut benar atau palsu. Dimulai dari keluarga, lingkungan
dan peserta didik, guru bisa mengedukasi berita-berita yang beredar di media
sosial. Salah satu tujuannya untuk menghindari kesalahpahaman pembaca dan
mengantisipasi kekacauan berita yang dimuat.
Sosialisasikan
cara memilih berita yang benar dan valid
Pendidik
sebagai agen of change harus berani
tampil didepan memerangi berita hoax.
Sebagai pendidik selain tugasnya mengajar juga bisa berkontribusi dengan mengedukasi
peserta didik, keluarga, wali murid dan kolega supaya tidak menjadi korban hoax. Adapun caranya sebagai berikut; pertama, sosialisasikan ke peserta
didik, keluarga, wali murid dan kolega untuk bijak membaca berita. Jangan mudah
percaya dengan berita yang dimuat di media sosial, minimal bisa membandingkan
dengan berita lain yang bisa dipercaya dan valid serta bisa mengkroscek di
lapangan berkaitan peristiwa yang terjadi. Kedua,
perbanyak bacaan terutama pada media cetak contohnya koran. Koran berisi
kumpulan berita yang dimuat berdasarkan liputan wartawan di lapangan yang
disesuaikan dengan kejadian. Ketiga, bertanyalah pada orang yang
lebih tahu pada bidangnya/orang yang bertanggung jawab mengenai berita tersebut.
Dengan demikian berita yang didapat bisa lebih akurat dan jelas.
Pendidik/guru
merupakan tugas professional yang tugas utamanya mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. [5] Dengan demikian pendidik/guru
selain mempunyai tugas mengarahkan peserta didik untuk belajar juga bisa mengedukasi
peserta didik dengan mengarahkan dan membimbing supaya tidak terjerumus berita
bohong.
Disatu
sisi dengan pesatnya perkembangan media elektronik menjadikan berita cepat
menyebar ke khalayak umum tetapi disisi lain perlu waspada keaslian berita yang
beredar. Antara situs satu dengan situs yang lain ada perbedaan dari konten menjadikan
pembaca bingung karena isi beritanya berbeda.
Bagi
orang awam, dengan adanya berita yang beredar mereka mudah untuk percaya kalau
berita tersebut dianggap benar dan kemudian disebarkan ke orang lain melalui
media sosial dengan harapan orang lain juga mengetahuinya. Berita beredar
dengan cepat namun disisi lain menjadikan kegaduhan jika berita tersebut hoax.
Anggota Komisi I DPR Sukamta mengatakan, fenomena hoax itu pertama kali muncul di media
sosial pada saat pemilihan gubernur (Pilgub) 2012 lalu. Oknum yang awalnya
iseng-iseng memberikan kabar bohong malah dipercaya oleh masyarakat, akibatnya
sampai saat ini. [6]
Merebaknya
berita bohong menjadikan keresahan masyarakat. Disisi lain masyarakat ingin
tahu info yang terbaru, disisi lain berita yang tersebar banyak yang mengandung
kebohongan sehingga menyebabkan berita simpang siur dan mengakibatkan kekacauan
di masyarakat. Kalau berita yang beredar di media sosial banyak yang hoax akan berdampak buruk pada kehidupan
bermasyarakat karena bisa menimbulkan perselisihan, kebencian, pertengkaran dan
dan mengganggu kestabilan keamanan Negara Indonesia.
Menurut
Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE menjelaskan, Setiap orang yang
dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan,
ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 1
miliar.[7] Dengan
demikian penyebar berita hoax bisa
dipidanakan karena melanggar undang-undang. Penyebar berita hoax awal mulanya tergesa-gesa menyebar
berita tanpa ada cek dan ricek terlebih dahulu.
Waspada dan bijak memilih berita
Bahaya berita hoax yang
beredar, perlu dijadikan kewaspadaan semua pihak. tidak hanya pemerintah dan pendidik,
tetapi masyarakat luas harus meneliti sebelum menyebar berita yang belum tentu
benar. Mudahnya menggunakan media elektronik, masyarakat perlu bijak didalam
menyikapi berita yang beredar. Kalau pengguna media elektronik mendapat
informasi kemudian menyebar tanpa membaca dan mengklarifikasi dulu sama saja
bisa menjadi pelaku penyebar berita kebohongan. Dibaca, dibandingkan dengan
media lain yang terpercaya, dicek dilapangan dan diklarifikasi dengan orang
yang berkepentingan menjadi modal utama menentukan berita tersebut benar atau salah.
Untuk mengenali berita hoax
berikut ciri-cirinya sebagai berikut:[8]
1.
Pertama, berita hoax umumnya
mewartakan secara sensasional. Dalam arti, artikelnya menggugah perasaan dan
emosi orang secara berlebihan.
2.
muatannya provokatif. "Biasa dengan
memakai kata-kata 'Sebarkan!' atau 'Lawan!
3.
Terletak pada aspek keaktualannya. Menurut
dia, berita hoax itu suka-suka. Berita lama pun bisa dia
naikkan lagi, ditulis ulang seolah peristiwanya baru terjadi.
4.
Sumber berita yang dimuat tidak
jelas.
5.
Mengandung unsur diskriminatif.
Tujuannya untuk memojokkan pihak lain, di satu sisi mengagung-agungkan pihak
yang satunya,
6.
berita hoax terlihat
dari gaya penulisannya yang diselipkan tanda-tanda. Misal, ada huruf besar dan
kecil tidak pada tempatnya di judul.
7.
Ketujuh, berita hoax sudah
melalui proses pengeditan. Dalam arti, ada informasi yang sudah dipotong maupun
ditambahkan tanpa seperlunya. Untuk itu, dia berharap masyarakat waspada dengan
banjirnya informasi di media sosial. Ia percaya, mensosialisasikan hoax ke
generasi muda bisa memberikan perbaikan lebih bagi bangsa dan negara.
Dengan penjelasan diatas maka berita hoax perlu diwaspadai karena selain mengandung unsur provokatif,
mengujar kebencian juga berdampak pada menjelek-jelekkan salah satu pihak yang
berakibat timbul perselisihan. Berita yang beredar di media massa sering
berlalu lalang, hampir setiap hari banyak berita yang ditampilkan di media
dengan beragam kondisi yang terjadi.
Dengan beredarnya berita yang sangat beragam, perlu adanya
langkah untuk mengidentifikasi berita hoax
diantaranya sebagai berikut:[9]
1. Hati-hati dengan judul provokatif
Berita
hoax seringkali menggunakan judul
sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak
tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja
diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoax.
Oleh
karenanya, apabila menjumpai berita denga judul provokatif, sebaiknya Anda
mencari referensi berupa berita serupa dari situs online resmi, kemudian
bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda. Dengan demikian, setidaknya Anda
sebabagi pembaca bisa memperoleh kesimpulan yang lebih berimbang.
2. Cermati alamat situs
Untuk
informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat
URL situs dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai
institusi pers resmi -misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa
dibilang meragukan.
Menurut
catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia
yang mengklaim sebagai portal berita.
Dari
jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai
300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan
berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.
3. Periksa fakta
Perhatikan
dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi resmi
seperti KPK atau Polri? Sebaiknya jangan cepat percaya apabila informasi
berasal dari pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat.
Perhatikan keberimbangan sumber
berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran
yang utuh.
Hal
lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan
fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan
bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita sehingga
memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.
4. Cek keaslian foto
Di era
teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang bisa
dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya
pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca.
Cara
untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google,
yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil
pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet
sehingga bisa dibandingkan.
5. Ikut serta grup diskusi anti-hoax
Di
Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum
Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax
Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.
Dengan
demikian, beredarnya berita hoax
perlu diklarifikasikan kebenarnnya dengan fakta yang terjadi dilapangan. Jangan
sampai kita menerima berita hoax
kemudian disebarkan ke yang lain yang bisa berakibat merugikan orang lain dan
bisa dikenakan sanksi pidana.
Dampak negatif berita
hoax
Karena konten
berita berisi hal negatif, hasut dan fitnah berikut dampak negatif yang akan
terjadi:
Pertama, menimbulkan kemarahan
masyarakat dan menimbulkan opini negatif sehingga terjadi disintergratif
bangsa.
Kedua, menyulut kebencian, kemarahan,
hasutan kepada orang banyak (untuk mengadakan huru-hara, pemberontakan, dan
sebagainya), biasanya dilakukan oleh tokoh atau aktivitis partai politik,
pidato yang berapi-api untuk mempengaruhi massa.
Ketiga, Hoax juga merupakan propaganda negatif,
dimana sebuah upaya yang disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi,
memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan mempengaruhi langsung perilaku agar
memberikan respon sesuai yang dikehendaki oleh pelaku propaganda.[10]
Selektif dan Hati-Hati
Sering
mendapat SMS dari salah satu instansi Bank dengan isi mendapat sejumlah uang/kendaraan
menjadi kegembiraan tersendiri buat saya. Disisi lain hadiah tersebut saya
anggap sebagai bonus karena telah menggunakan jasa bank tersebut. Tetapi ada
yang janggal, setelah dicek nomor pengirim bukan berasal dari pihak bank resmi tetapi
pakai nomor pribadi seseorang. Nomor tersebut mengarah pada alamat website
untuk mengecek hadiah yang akan diterima dengan mengirim sejumlah dana. Secara
legal formal seseorang mendapat hadiah dari pihak bank minimal ada
pemberitahuan surat resmi atau telfon langsung yang kemudian penerima hadiah
bisa datang langsung di bank tersebut tanpa harus mengirimkan sejulmlah uang. Karena
informasi yang saya dapat tidak jelas dan tidak bisa dipertanggung jawabkan
maka saya abaikan.
Kasus
kedua pernah mendapat pesan melalui BBM oleh salah satu teman. Isinya meminjam
uang sekitar 2 juta yang mana harus segera ditrasfer langsung lewat ATM. Karena
jumlah uang tersebut banyak maka saya pastikan dulu si peminjam teman saya atau
handphone nya di bajak oleh orang lain. Setelah terjadi pebincangan dengan
teman saya, ternyata BBM tersebut dibajak oleh orang lain. Secara spontanitas
pesan BBM yang dibajak saya jawab: “ini mau menipu ya?” lantas pertemanan BBM
saya dihapus pada saat itu juga.
Dari
penjelasan diatas dan didukung dengan dua kasus penulis yang pernah dialami bisa
diambil pelajaran dan kesimpulan sebagai berikut:
Pertama,
jangan mudah mempercayai pesan SMS, pesan BBM atau pesan media sosial dari
orang lain yang menyebutkan dapat hadiah atau meminjam uang dengan jumlah
besar. Bisa jadi informasi tersebut bohong dengan tujuan untuk menipu.
Kedua,
cek terlebih dahulu dengan orang yang bersangkutan dengan bertemu atau lewat
telepon, sebagai antisipasi dibohongi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Ketiga,
laporkan segera kepada pihak berwajib agar informasi/berita/SMS yang masuk ke
handphone bisa ditindaklanjuti dengan harapan bisa segera memutus mata rantai
berita bohong.
Keempat,
waspada, hati-hati, selektif, jangan gegabah dan jangan mudah percaya pada
berita yang didapat, cek dan ricek dulu kepastiannya sampai berita tersebut
benar-benar riil atau bohong.
Kelima,
selalu up to date berita dari
pemerintah atau situs yang akurat dan akuntabel sehingga kita bisa lebih
mengantisipasi lebih dini dari berita hoax
dan berita yang hanya sekedar iseng yang mana bisa berdampak buruk bagi pembaca
dan yang menyebarkan ke orang lain.
#antihoak #marimas #pgrijateng
#antihoak #marimas #pgrijateng
DAFTAR PUSTAKA
Assumpta Rumanti, Maria. 2002. Dasar-dasar Public Relations Teori dan Praktek.
Jakarta: Grasindo
UU No 14 Tahun 2005 Tentang
Guru dan Dosen Pasal 1 ayat 1
Undang-Undang
ITE Pasal 28 ayat 1
[1] Maria Assumpta Rumanti OSF. 2002.Dasar-dasar Public Relations Teori dan Praktek. Jakarta: Grasindo. Hal.
130
[4] http://www.republika.co.id/berita/trendtek/internet/17/04/11/oo7uxj359-begini-dampak-berita-hoax. diakses Kamis, 9 November
2017
[5] UU No 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen Pasal 1 ayat 1
[6] https://www.jawapos.com/read/2017/01/07/100597/sejarah-fenomena-berita-hoax-di-indonesia. Diakses Kamis, 9 November 2017
[7] Undang-Undang ITE Pasal 28 ayat 1
[8] https://news.okezone.com/read/2017/05/02/337/1680830/7-ciri-berita-hoax-seperti-ini-lho. Diakses Senin 6 November 2017
[9] https://kominfo.go.id/content/detail/8949/ini-cara-mengatasi-berita-hoax-di-dunia-maya/0/sorotan_media. Diakses Senin 6 November 2017
[10] http://www.republika.co.id/berita/trendtek/internet/17/04/11/oo7uxj359-begini-dampak-berita-hoax.
Diakses Kamis, 9 November 2017